Sabtu, 06 Juni 2015

Serigala dan Biri biri

Serigala dan Biri biri


Serigala yang tinggi kurus itu sudah kelaparan seharian ini, dan ia juga kehausan. Ia kemudian tiba di sebuah sungai kecil lalu minum dengan lahap. Ketika ia mereguk air yang sejuk itu, ia berpikir di mana ia bisa mendapatkan makan malamnya kali ini, sesuatu yang cukup untuk membuatnya kenyang dan rasanya lezat. Sepasang kelinci tampaknya cukup, atau mungkin seekor burung kalkun muda yang gemuk. Yang terbaik tentu saja seekor biri-biri, biri-biri muda yang berdaging lunak. Bibir serigala bergetar rakus membayangkan biri-biri itu di dalam pikirannya.

Sebuah suara berisik mengejutkannya. Ketika ia mengangkat kepalanya ia hampir-hampir tidak mempercayai penglihatannya sendiri, karena di sana, tidak jauh di hilir sungai, berdiri makanan yang dia idamkan. Di sana berdiri seekor biri-biri kecil yang paling enak yang paling mungkin dibayangkan seekor serigala. Ia sedang bermain di hilir sungai hanya tiga atau empat lompatan dari tempatnya berada. Jika si biri-biri kecil itu menatapnya sekarang dan melihat dua deret gigi giginya yang putih bersinar, ia mungkin berpikir serigala itu sedang tersenyum padanya.
Tetapi tentu saja bukan itu maksudnya, dan ketika serigala itu mulai berbicara, seketika biri-biri itu gemetar ketakutan. Ia dari tadi tidak sadar bahwa ada serigala dekat sekali dengannya saat itu.
"Jadi, kamu makhluk kecil yang menyedihkan itu ya!" serigala itu menggeram padanya. "Jadi itu yang kamu lakukan ya! Menginjak-injak dan mengotori air minumku, padahal aku sedang mau minum."
"Bukan, bukan aku!" biri-biri itu gemetar ketakutan. "Bagaimana mungkin aku yang mengotori air yang kamu minum, sedangkan aku ada di bawah, di hilir sungai."
"Jangan membantah!" kata serigala itu. "Aku tahu sekarang siapa kamu. Kamu adalah binatang kecil yang sudah membuat cerita bohong tentang aku setahun yang lalu!"
Kaki biri-biri itu bergetar saking takutnya ketika ia mencoba menjawab.
"Bukan, bukan aku, tuan! Kamu pasti salah orang," dia menjawab. "Tidak mungkin aku yang menyebarkan berita itu, aku saat itu bahkan belum lahir."
Mata serigala itu menyipit, lalu ia melangkah lagi mendekat.
"Tidak ada gunanya kamu membuat alasan!" dia berkata dengan kasar. "Jika bukan kamu yang berbohong itu, maka itu pasti ayahmu. Semua keluargamu memang semua begitu!"
"Tapi tolonglah tuan serigala," biri biri kecil itu memohon, "Tentunya anda tidak akan..."
"Tentu saja!" teriak si serigala, semakin mendekat. "Dan, beraninya kamu berdiri di sana berusaha menghalangiku dari makan malamku!"
Dan akhirnya, seperti semua orang yang selalu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya, ia lalu melompat dua kali dan menerkam biri biri kecil itu.      
  
Terjemah bebas dari : The Wolf and the Lamb, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : adakalanya kita bertemu dengan orang yang memang berniat jahat, jika sulit untuk berbicara baik-baik, lebih baik segera pergi.

Gagak yang Sombong

Gagak yang Sombong

Di sebuah lapangan di tepi hutan, seekor burung gagak tua membungkus dirinya dengan bulu-bulu burung merak yang indah dan dia berjalan berkeliling pamer kepada burung gagak yang lain. Sebenarnya dia malah terlihat sangat lucu, karena bulunya yang hitam legam masih terlihat dibalik kostum bulu meraknya. Tetapi dia tetap berjalan angkuh dengan bangga dan memandang teman-temannya yang menonton dengan merendahkan. Burung yang sombong itu bahkan mematuk teman-temannya yang berani datang mendekat.
"Tukang tipu!" teriak burung gagak yang lain sambil terbang ke dalam hutan.

 Burung gagak tua itu yakin dia secantik burung merak, sehingga ia lalu mendekati sekumpulan burung merak yang sedang berjemur. Dia berpura-pura menjadi burung merak lalu memberi salam pada mereka. Tetapi para burung merak itu tidak tertipu. Mereka melihat bulu burung gagak yang hitam dibalik bulu warna warni. Mereka sangat marah pada kelancangannya sehingga ramai-ramai menghampirinya. Mereka berteriak dan mematukinya tanpa ampun, kostum warna warni gagak itu hancur tercabik cabik.
Kecewa dan sedih, si gagak mencari teman untuk menghibur hatinya. Tetapi teman-temannya juga sudah sangat kecewa padanya.
"Tidak! Tidak!" teriak mereka. "Jangan kembali lagi pada kami. Kamu sudah memutuskan untuk menjadi burung merak. Sekarang kamu terima akibatnya." Mereka meneriakinya hingga ia terbang jauh.
Burung malang itu sekarang tidak punya teman. Dia dihukum karena berpura pura menjadi orang lain, dan bahkan mencibir teman temannya yang sederajat.

Terjemah bebas dari : The Vain Jackdaw, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : jadilah dirimu apa adanya. Jangan bersikap sombong, tinggi hati, dan ingin merasa lebih baik dari yang lain dengan merendahkan mereka.

Petani dan Burung Bangau

Petani dan Burung Bangau

Matahari menyinari kebun dengan sinarnya yang kekuningan, rumah petani tua yang berwarna kuning tampak lembut seperti terbuat dari mentega. Bayang-bayang pohon menaungi sawah yang padinya sudah berisi bulir- bulir, siap untuk dipanen.
Pintu rumah terbuka lebar, dan Pak Tani melangkah keluar. Dia membuka pintu gerbang dan berjalan ke sawah untuk memeriksa jaring yang dia pasang pada malam harinya. Dia ingin menangkap burung-burung yang suka memakan bulir padinya. Betapa terkejutnya dia, ketika dia menemukan burung bangau yang besar terperangkap di jaringnya. Burung itu berteriak-teriak ketika melihat Pak Tani datang.


"Aku tidak bersalah, Pak Tani yang baik!" teriaknya memohon.
"Aku tidak memakan bulir padimu! Aku hanya terbang bersama-sama dengan burung-burung yang lain. Dan sekarang tidak sengaja aku terjerat jaringmu!"
"Semua itu mungkin benar," jawab Pak Tani. "Tetapi kamu tertangkap bersama para pencuri! Dan akibatnya kamu harus menanggung kesalahan para pencuri itu!"
Pak Tani berkata bijak,"Kita dikenal karena teman teman kita."

terjemah bebas dari : The Farmer and the Stork, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : pandai-pandailah memilih teman. Teman yang baik akan membawa kebaikan bagi diri kita, teman yang buruk akan mengakibatkan keburukan bagi diri kita.

Dongeng Angsa Bertelur Emas

Angsa Bertelur Emas

Orang orang berkerumun di depan toko penjual telur di sebuah pasar di desa. Yang berada di luar ingin maju masuk ke dalam, sedangkan yang di dalam ingin lebih dekat lagi ke depan meja. Mereka datang dari seluruh penjuru negeri karena mendengar ada seekor angsa yang bertelur emas, mereka ingin melihatnya dengan mata kepala sendiri. Dan akhirnya, di depan mereka semua, hal ajaib itu terjadi persis seperti yang mereka dengar. Di atas meja, berkilauan di bawah sinar matahari, tergeletak sebuah telur emas!
Mereka menggenggam erat-erat uang mereka, tangan mereka sampai berkeringat, dan mereka mengacung- acungkan tangannya berebutan ingin membeli telur itu. Tapi si Pedagang, walaupun dia sangat bersemangat, hanya bisa menjual satu telur emas sehari. Yang lain terpaksa menunggu karena si Angsa hanya bisa bertelur satu telur sehari!


Si Pedagang benar-benar tidak puas dengan hal itu, dia ingin segera punya banyak uang. Gagasan yang hebat lalu terlintas di pikirannya. Pedagang yang rakus itu akan membunuh si Angsa! Ia akan mengambil semua telur yang ada di dalam tubuhnya sekaligus. Dia sudah tidak sabar ingin segera cepat kaya.
Para pembeli bersorak gembira ketika si Pedagang mengumumkan ide hebatnya itu pada mereka. Kemudian dengan hati-hati ia mengeluarkan sebuah pisau tajam dan membelah dada burung itu. Orang-orang menahan nafasnya. Darah si Angsa menetes merah membasahi bulu bulunya yang putih.
"Dia membunuh burungnya!" orang-orang bergumam terpesona.
Lalu seorang nenek tua berkata dengan bijak,"Ya, dan dia telah melakukan kesalahan yang besar! Kamu semua akan lihat, angsa itu sekarang hanya seekor burung biasa. Tentu saja karena ia sudah mati."  
Nenek itu berkata benar. Di sana berbaring seekor angsa yang cantik, dadanya terbelah lebar, tapi tak ada sebutir telur pun terletak di dalam tubuhnya. Sekarang angsa itu hanya berguna untuk jadi angsa panggang.
"Dia sudah membunuh angsa yang memberinya telur emas!" seorang petani berkata sedih.
Orang-orang pun meninggalkan toko dan berjalan pulang dengan gontai.

terjemah bebas dari : The Goose Who Laid the Golden Eggs, Richards Topical Encyclopedia. 1951


Pesan dari cerita ini adalah : jangan rakus! Jangan tamak, loba, dan serakah!

Kamis, 20 Februari 2014

Dalam Mencari

Dalam mencari pacar carilah yang paling cantik, namun dalam memilih istri pilihlah yang paling baik.